Thursday, February 13, 2020

A Diamond in Khatulistiwa



A Diamond in Khatulistiwa
-Wanita sejati bagaikan berlian. tangguh tak mudah dihancurkan
dan tetap bersinar walau tertutup lumpur-

Mentari bersinar di pagi hari. Cahayanya menembus rimbunnya pepohonan di sekitar Perumahan Gunung Sari Asri. Hangat terasa menembus kulit. Bayang-bayang mengikuti langkah Lia yang berjalan tanpa alas kaki mengelilingi perumahan.  Angin semilir menyibakkan  rambutnya. Cahaya perak mulai tampak diantaranya. Pertanda umur semakin beranjak diusia senja tetapi senyum selalu menghiasi bibirnya.
Dirasa gawai di dalam saku celananya bergetar. Lia langsung membuka whatsapp. Begitu banyak chat yang sudah menantinya. Lia langsung membuka chat pribadi.
“Bunda, saya bisa pesan novel Amanda 10 eksemplar?”
“Puji Tuhan, akhirnya novel perdanaku menemui takdirnya,” gumam Lia.
Tangan Lia bergemetar saat harus membalas chat pesanan  novelnya. Dia tidak menyangka begitu banyak teman di komunitas menulis yang berminat membaca novel tersebut. Bahkan tidak sedikit sahabat-sahabat FB yang tertarik. Mereka dari Sumatra, Kalimantan, Jawa, NTB, NTT, Papua. Permintaan yang paling tidak terduga adalah dari negeri seberang, Malaysia, Singapura, Thailand, Austraia, Jerman, Perancis, dan  Amerika. Mereka mengira novel Amanda, My Autism Beloved Daughter tertulis dalam bahasa Inggris. Ongkos kirim yang mahal dan perbedaan bahasa bukanlah  penghalang bagi mereka untuk membaca novel , Amanda. Suatu minat baca yang sangat tinggi. Mereka juga sangat menghargai karya seseorang walaupun karya tersebut masih sangat sederhana. Suatu apresiasi yang sangat luar biasa yang membakar semangat  Lia untuk  terus menulis.
Lia juga memberikan novel perdananya secara gratis  kepada anak didiknya yang berprestasi dalam mata pelajaran bahasa Inggris yang diampunya. Novel tersebut juga disumbangkan ke beberapa perpustakaan di Ambarawa, Salatiga, Purbalingga, Temanggung, danSemarang Beberapa saudara yang senang membaca juga mendapatkannya.
Sebagian besar hasil penjualan  novel Amanda disumbangkan ke Rumah Panti Asuhan yang ada di kota Salatiga. Sebagian lagi digunakan untuk mengembalikan biaya pra cetak sampai cetak  novel tersebut karena Lia menggunakan tabungan anak sulungnya, Amanda, agar novel tersebut dapat terwujud.
Lia menulis novel Amanda bukan karena dia suka menulis ataupun pandai menulis. Proses penulisan novel pertamanya ini diawali dari perasaan sedih, galau, bersalah yang selalu berkecamuk di dalam hatinya saat dia berada di sekolah. Lia harus meninggalkan keluarganya selama 11 jam setiap harinya demi menunaikan tugas negara. Waktu yang sangat lama bagi dirinya dan keluarganya untuk berpisah. Jarak rumah dan tempat Lia mengajar sangatlah jauh. Sehingga Lia tidak dapat menengok keluarganya disela-sela jam mengajar. Padahal suaminya sangat membutuhkan keberadan Lia untuk selalu disampingnya. Di usia menjelang pensiun suami Lia menglami strok. Pendarahan otak yang dialami, membuat suami Lia seperti anak kecil. Rasa khawatir yang tinggi, sering bingung dan sering semaunya sendiri. Untunglah Lia seorang istri yang sangat sabar. Kesabaran yang dimilikinya berkat anak sulungnya, Amanda. Dengan membimbing Amanda, membuat Lia memiliki kekuatan yang lebih baik secara fisik, mental maupun emosi.
God is good, Tuhan memang baik dan tidak pernah tidur. Tuhan selalu mendengar doa-doa umatnya. Lia pun merasakan hal tersebut. Tuhan mengulurkan tanganNya lewat Media Guru. Lewat bapak Murman atau yang biasa diganggil  Pak Leck dan dan bapak Eko Prasetyo, Lia mengenal  dunia menulis untuk  pertama kali. Lia sangat bersyukur karena merekalah novel, Amanda  ada. Novel yang diangkat dari kisah nyata kehidupan Lia dan anak sulungnya, Amanda. Lia ingin berbagi kepada para pembaca novel tersebut bagaimana dia berjuang membesarkan anaknya yang menyandang autis di tengah keterbatasan yang dia alami. Di dalam novel tersebut, Lia baru mampu menuangkan 1/3 perjalanan hidup Amanda dari Amanda masih di dalam kandungan hingga ia berusia 9 tahun. Saat ini Amanda sudah berusia 28 tahun. Dia berencana menulis lanjutan  novel tentang Amanda sesuai dengan permintaan para pembaca novel perdananya. Lia selalu berdoa semoga Tuhan memberikan kemudahan untuk dapat mewujudkan impian itu. Pada cetakan pertama, novel Amanda beredar sebanyak 250 eksemplar disusul cetakan kedua sebanyak 100 eksemplar.
Lia juga belajar menulis di komunitas menulis lainnya. Dia berusaha mencari komunitas yang berbeda dari komunitas menulis sebelumnya. Hingga akhirnya dia bergabung dengan GIM – Gerakan Inovasi Menulis. Group menulis ini sangatlah unik dengan mentor yang unik pula. Dia seorang inovator – Peng Keng Sun. Dari beliaulah Lia merasa mendapat tempaan secara mental.  Pernyataan yang lugas, apa adanya, tidak membuat semangat Lia untuk dapat menulis dengan lebih baik menjadi surut. Justru sebaliknya, Lia seperti mendapatkan sulutan api yang membakar dirinya. Di saat beberapa teman di group itu mengundurkan diri, Lia semakin getol untuk belajar dari buku karya inovasi mentornya ini. Di group inilah Lia mengenal dan membeli banyak buku untuk belajar menulis. Buku-buku karya fiksipun dibelinya. Lia termasuk orang yang boros dalam urusan membeli buku. Selalu ada saja uang untuk membeli buku walaupun penghasilannya tidaklah berlebih. Dia memang senang membaca. Kedua anaknyapun, Silvia dan Thesa, juga suka membaca. Mereka merasa nyaman berjam-jam di toko buku daripada di Mall. Seperti  para penulis senior bilang bahwa untuk menjadi seorang penulis memang harus banyak membaca. Lebih banyak membaca daripada menulis. Lia juga berprinsip agar karya tulisnya dibeli orang maka Lia juga harus mau membeli karya orang lain. Kenyataan yang Lia sering hadapi justru sebaliknya. Tidak sedikit orang yang sangat berharap karya bukunya laris dibeli orang tetapi dia sendiri tidak mau membeli buku.  Ironis sekali.
Di GIM, Lia  dapat melihat peluang untuk menulis buku berkaitan dengan mata pelajaran yang dipegangnya. Sehingga lahirlah buku kedua - Cerpen-Gram for Learning and Teaching English hasil kolaboraasi dengan Peng Keng Sun. Buku kedua di cetak sebanyak 300 eksemplar. 100 eksemplar di bagikan secara gratis pada acara talk show Kick Andy. Suatu pencapaian yang sangat tidak diduga oleh Lia. Di GIM, Lia mendapatkan banyak pelajaran. Peng Keng Sun sangat mengharapkan para anggota GIM bisa  menjadi seorang inovator bukan penulis biasa. Di komunitas menulis ini Lia juga belajar seluk beluk marketing buku. Dia juga tahu bagaimana dunia penerbitan buku yang sebenarnya.. Dia juga mengetahui bagaimana caranya menembus penerbit mayor. Satu kebanggaan dirasa oleh Lia saat buku ketiganya  dapat diterbitkn oleh  penerbit mayor – PT. Elek Media Kumpotindo. Buku teresebut berjudul Easy and Fun with Cerpen-Gram.
Di dalam GIM terdapat beberapa penulis hebat yang dapat menularkan ilmunya. Beberapa penulis senior itu mengajak para anggota GIM untuk bergabung dalam penulisan antologi. Pak Ludwig, seorang penulis kawakan mengajak bergabung dalam penulisan buku antologi tentang pengembangan karakter. Terdapat 14 anggota GIM bergabung dalam penulisan antologi ini. Hingga lahirlah buku tersebut dengan  judul “Bunga Rampai Pengembangan Karakter Bangsa” . Setiap penulis harus menulis sekitar 5000 kata. Wow...cukup banyak  karena bisa lebih dari 15 halaman untuk setiap penulis.  Biasanya dalam buku antologi, setiap penulis hanya menulis sekitar 5 halaman. Di dalam antologi “Bunga Rampai”,  Lia menceritakan bagaimana penguatan pendidikan karakter dilakukan di sekolahnya, SMA Negeri 1 Ambarawa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang melibatkaan seluruh komunitas di sekolahnya. Walaupun Pak Ludwig  sudah berusia lebih dari 70 tahun ,semangat belajar , menulis dan menularkan ilmu sangatlah besar. Bersama beliaulah, Lia mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Beliau sering memberikan pelatihan di perusahaan-perusahaan baik di dalam negeri maupun luar negeri.  
Buku antologi kedua yang ditulis oleh ...anggota GIM adalah “A Cup of Tea – Kisah Kasih Keluarga”. Di dalam buku antologi inipun hampir serupa dengan buku Bunga Rampai. Bapak Peng Keng Sun tidak membatasi jumlah halaman dalam tulisaan setiap penulis. Beliau memberikan kebebasan berpikir dan berkreasi dalam menulis. Rata-rata para penulis menulis lebih dari 14 halaman. Antologi ini ditulis berdasarkan kisah nyata yang terjadi pada kehidupan dalam keluarga 14 penulis buku tersebut. Kisah tentang cinta kasih di dalam keluarga. Dari pengalaman menulis antologi ini, Lia semakin menyadari betapa besar cinta ibunya kepada dirinya hingga diakhir hayatnya..
Uluran tangan berikutnya datang dari seorang editor handal. Beliau adalah bapak Stefanus Rahoyo. Beliau menawarkan  kesempatan untuk menulis antologi yang bertema “menangani anak bandel.’ Untuk mempermudah pengelolanan, beliau membentuk group menulis dengan nama Guru Menulis.  Terdapat 23 penulis yang berhasil menyelesaikan karyanya waqlaupunsebenarnya anggota group menulis ini cukup banyak. Bapak Rahoyo termasuk editor yang sangat teliti. Sebelum karya para penulis layak diterbitkan, pak Rahoyo akan mereviewnya. Karya yang sudah direview akan dikembalikan kepada penulis untuk direvisi. Setelah karya yang telah direvisi kembali  ke tangan pak Rahoyo, barulah beliau mengedit. Jadi Beliau memberi kesempatan kepada para penulis untuk mengedit karya mereka sendiri dahulu. Bagi Lia, dengan proses penulisan seperti itu, dia menjadi lebih mengetahui bagaimana proses menulis yang sebenarnya. Antologi ini ditulis juga berdasarkan kisah nyata yang dialami para penulis. Mereka menceritakan bagaimana mereka menangani anak didik mereka yang bandel dan akhirnya menajadi anak yang baik. Lia harus mengingat kembali peristiwa yang terjadi bertahun-tahun silam. Lia sangat senang manakala sang editor mengatakan bahwa cara Lia menangani anak didiknya yang sangat bandel tersebut out of the box dan sangat inspiratif. Buku antologi tersebut akhirnya diberi judul “Permata Guru”
Lia sangat bersyukur lewat GIM, Lia dapat bertemu dengan orang orang hebat. Ada seorang pakar menulis cerita anak. Beliau memiliki rumah baca yang diberi nama Wadas Kelir. Heru Kurniawan seorang pecinta dunia anak. Lia banyak belajar bagaimana menulis cerita untuk anak-anak. Sayang, Lia belum sempat menelorkan satu bukupun tentang cerita untuk anak. Dia baru menulis beberapa cerita pendek untuk anak di group menulis tersebut. Sepertinya passion Lia bukan ke cerita anak. Lia belum mampu menulis cerita fantasi untuk anak dengan baik. Baginya cerita yang disampaikan ke anak-anak haruslah yang logis dan nyata. Itulah sebabnya Lia perlu banyak belajar. Dalam salah satu impiannya ia tetap berharap suatu saat dia mampu menulis cerita untuk anak.-Pictorial Children Stories
Disela-sela menulis buku, Lia juga menulis artikel ilmiah populer di media massa. seperti Wawasan dan Jawa Pos Radar Semarang. Walaupun penayangan artikel di media massa tersebut berbayar, bagi Lia tidak menjadi masalah. Nothing is free in the world, semua ada harganya.  Di media masa itulah  Lia dapat menularkan inovasi-inovasinya tentang metode mengajar bahasa Inggris. Dari artikel yang berhasil dimuat, Lia sudah melakukan 2 penelitian tindakan kelas. Diapun berencana akan membukukan inovasi tersebut supaya semakin banyak para guru yang akan menggunakannya dan mengembangkannya. Sehingga pembelajaran bahasa Inggris menjadi pelajaran yang sangat menyenangkan, menantang dan berguna .
Di penghujung tahun 2019, Bunda Sri Sugiastuti mengajak Lia untuk bergabung dalam kelompok Pegiat Literasi Nusantara. Komunitas ini akan menulis buku antologi tentang hijrah atau thanksgiving, perasaan syukur dan harapan ke depan. Lia juga bergabung dalam  “Ngobras Puisi PLN Batch 1” .  Disaat kejenuhan mulai dia rasakan, Lia harus mencari sesuatu yang baru untuk membangkitkan semangatnya. Puisilah yang berhasil membangkitkaan semangat menulis muncul kembali. Bersama  ibu Sri Sujarwati dan Bapak Suprihationo, Lia lebih mengenal puisi. Di group menulis ini, para anggota mendapat kesempatan untuk menulis buku antologi puisi.
Di tahun 2020, Lia sudah mempunyai beberapa rencana yang akan diselesaikan. Seorang penulis senior sudah menantinya untuk berkolborasi menulis buku non fiksi. Buku tersebut akan digunakan sebagai salah satu buku referensi para mahasiswa. Lia juga harus menepati janjinya kepada mentornya untuk menyelesaikan buku yang baru 50%  ditulis. 2 kesempatan penulisan artikel di media massa juga harus diambilnya. Penelitian tindakan kelas berikutnya juga membutuhkan tangannya untuk menyelesaikannnya. Di tahun itu pula Lia sudah menyiapkan energi untuk menulis buku sendiri. Begitu banyak yang ingin Lia lakukan di tahun 2020. Semangat menulisnya semakin menggebu-gebu ditengah kesibukannya sebagai seorang ibu, istri, guru dan anggota masyarakat.
Dengan menulis Lia merasakan mendapatkan banyak manfaat. Selain dapat  menghilangkan rasa galau, sedih dan bersalah , ternyata dengan berjalannya waktu begitu banyak hal positif yang dia peroleh. Dia dapat mengenal penulis-penulis hebat, memiliki banyak teman, buku-bukunya bermanfaat untuk orang banyak, namanya mulai dikenal banyak orang dan yang tidak kalah pentingnya adalah mendapat kredit poin untuk penilaian PAK.  Dari semua manfaat tersebut yang paling utama adalah Lia merasa lebih bahagia.
Harapannya semoga karya bukunya bisa menyebar di bumi Nusantara,  laksana berlian yang bersinar di Khatulistiwa dan bermanfaat bagi oraang banyak.  Tujuan yang baik pasti akan membawa hasil yang baik pula. Never to old to learn. Itu keyakinan Lia. Let’s Go To 2020 . .



Profil Penulis
Natalia Susiana Dwi Apriyanti adalah nama lengkapnya. Dia lulus Fakultas Pendidikan jurusan Bahasa Inggris di Universitas Kristen Saatya Wacana Salatiga. Dia mengajar bahasa Inggris di SMA Negeri `1 Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Amanda, My Beloved Autism Daughter adalah debut pertamanya.  Cerpen-Gram for Learning and Teaching English dan  Easy and Fun with Cerpen-Gram. adalh buku referensi bahasa Inggris.Buku antologi yang ditulisnya  adalah Bunga Rampai Pengembangan Karakter Bangsa, A Cup of Tea dan Permata Guru. Dia juga menulis beberapa artikel di media masa Wawasan dan Jawa Pos Radar Semarang. Beberapa jurnal ilmiah pun sudah ditulisnya..
                                                                                                  
WA     : 085728084000

Nama di sertifikat   : Natalia Susiana Dwi Apriyanti, S.Pd.
Nama di kover        : Natalia Susiana DA.







No comments:

Post a Comment